Jangan pergi ke medan perang kalau tidak pasti akan menang. Pergi ke medan perang dengan coba-coba adalah tindakan bunuh diri.”

Saat ini banyak gereja mengalami kerugian dan penderitaan karena berperang dengan cara coba-coba atau mencontoh gereja lain. Waktu kita semakin sempit dan setan semakin menggencarkan serangannya seperti Firaun yang mengejar bangsa Israel. Itu sebabnya kita tidak boleh lagi menjalani dan memimpin gereja seperti sekarang ini. Kita tidak bisa memiliki mentalitas memelihara dan puas diri. Kita harus menyerbu dan merebut kembali dengan mengusir musuh dari wilayah kita.


Banyak gereja saat ini yang terfokus hanya kepada gerejanya, pelayanannya, denominasinya, dan jejaringnya sendiri. Mereka puas dengan apa yang dicapai dan kurang peduli dengan apa yang sedang terjadi di komunitas mereka. Mereka sedang membesarkan tangan, atau kaki saja secara tidak proporsional. Padahal Tuhan merindukan Tubuh-Nya bertumbuh dan sempurna, bukan tangan atau kaki-Nya saja!

Ketika Raja Yosafat menghadapi serangan musuh, ia tidak menghadapinya dengan cara coba-coba (baca 1 Taw. 20). Peperangan ini mempertaruhkan kepentingan nasional, bukan hanya sekedar posisi Yosafat sebagai raja. Hal pertama yang dilakukannya adalah mencari Tuhan (1 Taw. 20:3-4). Kita tidak boleh fokus kepada kekuatan musuh, tetapi justru kepada Tuhan. Kita tidak pernah bisa menang dengan melihat kekuatan musuh dan kelemahan kita. Kita hanya bisa menang bila kita memfokuskan diri kepada sorga sebagai sumber kekuatan dan kemenangan kita. Banyak sekali kita mencari pertolongan dari manusia (koneksi) atau uang (2 Taw. 25:1-11). Pertolongan kita hanya dari Tuhan.

Hal kedua adalah posisi pemimpin (raja) di hadapan jemaat dan Tuhan (ayat 5). Kebanyakan pemimpin hanya memiliki posisi secara struktural. Mereka tidak memiliki otoritas yang berasal dari Tuhan, sehingga tidak memiliki kemampuan untuk menyatakan Tuhan di dalam kepemimpinannya. Mereka hanya bisa menghadirkan otoritas manusia, bukan otoritas sorga.

Posisi rohani para pemimpin sangat menentukan kemenangan. Posisi rohani kita menentukan sudut pandang, paradigma, strategi, dan kepastian di dalam menghadapi musuh. Semakin tinggi posisi rohani pemimpin, semakin mudah melihat situasi, posisi, kekuatan, dan keberadaan musuh karena tidak ada yang menghalangi pandangan.
Banyak pemimpin yang posisi rohaninya stagnan, sehingga mereka menghadapi persoalan yang sama dari waktu ke waktu, aktivitas yang dijalankan tidak mengalami perubahan dan kemajuan berarti, pola pikirnya tetap sama, hasil dan kualitas yang diperoleh tidak ada kemajuan, kualitas orang-orang di sekitarnya tetap sama, nilai-nilai yang berlaku tak berubah, cara-cara menyelesaikan masalah tetap sama, dan seterusnya. Mereka bahkan hanya mampu menyempurnakan keterampilan pada posisi yang sama. Hal ini seperti seorang anak kelas tiga SD yang menyempurnakan pelajaran matematika kelas tiga sampai ia memperoleh nilai sepuluh, namun tidak pernah naik kelas.

Posisi rohani tidak ditentukan oleh banyaknya gelar teologi, atau lamanya melayani, atau prestasi yang dihasilkan, atau pengalaman pelayanan, atau bahkan jumlah jemaat sekalipun. Posisi rohani ditentukan oleh hubungan dan keintiman kita dengan Tuhan. Ketika Tuhan Yesus selesai dibaptis, terdengar suara dari sorga yang mengatakan “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan” (Mat. 3:17). Bapa berkenan kepada Yesus bahkan sebelum Yesus melakukan apapun di dalam pelayanan. Posisi rohani tidak diukur oleh apa yang kelihatan di luar (termasuk prestasi), tapi oleh apa yang tidak kelihatan di dalam kita, yaitu kehidupan Roh.

Ratu Ester berdiri tepat di depan istana raja (Est. 5:1). Sekalipun Ester berpakaian ratu, yang menggambarkan posisinya di dalam kerajaan secara struktural, yaitu istri raja, namun kalau ia tidak berdiri pada posisi yang tepat, yaitu tepat di depan istana raja, maka Raja Ahasyweros tidak dapat melihat Ester. Kita tidak boleh membanggakan dan bersandar pada atribut yang kita miliki (gelar teologi, gedung, jumlah jemaat, banyaknya pelayanan, prestasi yang kita hasilkan, dan sebagainya).Yang menentukan adalah posisi rohani kita di hadapan Sang Raja.

Hal ketiga, posisi rohani seluruh jemaat (ay. 13). Posisi rohani jemaat harus diangkat ke tingkat lebih tinggi lagi di dalam Tuhan. Tidak cukup hanya setia beribadah dan membawa persembahan dan persepuluhan setiap minggu. Tidak cukup hanya aktif dalam kegiatan gereja dan pelayanan. Para pemimpin harus memastikan bahwa posisi rohani mereka meningkat dan diposisikan secara tepat di hadapan Tuhan.

Banyak pemimpin sudah sangat senang dengan jumlah jemaat yang banyak dan setia dalam beribadah dan membawa persembahan dan persepuluhan. Sekalipun hal itu baik, namun kita harus memastikan bahwa mereka mampu mengalahkan musuh dan membawa pengaruh kepada komunitas. Pemimpin harus membangun jemaat, bukan sekedar mengumpulkan jemaat. Kita harus mendewasakan jemaat, bukan hanya melahirkan jemaat.

Tidak cukup hanya pemimpin yang bergerak dan maju dalam peperangan. Seluruh jemaat harus diikutsertakan dalam peperangan. Namun, kita harus memastikan bahwa posisi rohani mereka sudah tepat agar jangan sampai terjebak dalam misi bunuh diri.

Sekali posisi rohani kita sudah tepat di hadapan Tuhan, maka Tuhan akan bergerak dan kita pasti akan memenangkan peperangan. Jadi, tugas kita adalah meningkatkan posisi rohani agar Tuhan melihat kita dan bergerak untuk kita. Posisi rohani kitalah yang menggerakkan dan membuka pintu sorga. Posisi rohani kitalah yang membuat mata Tuhan yang sedang menjelajah seluruh bumi melihat kita, dan kemudian bergerak dan melimpahkan kekuatan (2 Taw. 16:9). Posisi rohani kitalah yang menarik perhatian sorga!

0 komentar: